Kapan NIKAH???
Kan umur sudah kepala 3???
Saya punya teman siap nikah loh !!
Memang kriterianya apa???
Pertanyaan dan pernyataan di atas barangkali seringkali terdengar, mendengar, bahkan kedengaran oleh kita semua. Ya, rentetan pertanyaan tersebut tentu saja kerapkali menghampiri telinga para bujang hingga bosan bahkan fobia. Wajar saja bila respon masing-masing bujang berbeda. Toh, akan menjadi pertanyaan kembali bila jawaban mereka seragam. Walaupun mereka berjenis kelamin sama, laki-laki atau perempuan bahkan sama-sama manusia. Bila sedikit saja kita mau mengurai akan jawaban-jawaban mereka, tentu ruang pemakluman atau pewajaran akan terbuka.
Memang, usia kadang tak selalu dibarengi dengan banyaknya anak atau adanya pendamping hidup di sisi. Banyak orang yang masih wara-wiri sendirian bahkan di usia yang nyaris 'maghrib'. Bila dihadapi dengan sabar dan santai, tak jadi masalah, apalagi bila sang bujang punya banyak aktivitas positif. Namun masih banyak ‘rahasia’ atau ‘misteri’ hidup yang masih menggerayangi mereka para bujang.
Berbagai alasan diberikan para bujang seputar keterlambatan menikah, paling klasik tentu "belum jodoh". Masih banyak alasan lain yang mewakili pikiran tentang sang jodoh. Alasan pertama yang paling banyak diajukan adalah, belum mapan, baik oleh para laki-laki atau para perempuan. Belum mapan di sini tak hanya seputar kemapanan finansial, seperti sudah punya pekerjaan tetap, rumah, mobil, deposito, hingga biaya penyelenggaraan pernikahan yang kian hari membengkak saja. Kemapanan di sini juga termasuk kemapanan psikologis. Banyak yang masih ingin have fun dulu. Pacaran saja dulu, kata mereka. Alasannya, kalau buru-buru nikah nanti cepat bosan. Atau masih merasa egois, belum dapat berbagi hidup dengan orang lain. Nah, pada saat kita merasa sudah cukup mapan, usia sudah berangkat senja.
Ada juga yang beralasan masih ingin berburu karir dan pendidikan. Masih ingin S2 dulu, atau nanti kalau sudah level manajer baru memikirkan nikah. Setelah itu semua tercapai, bukan ketenangan yang didapat, malah kegelisahan, karena merasa terlambat menikah. Apa lagi bila ia perempuan. Usia tiga puluh belum menikah itu kasuistis, dan mereka yang mengalaminya perlu pergaulan yang lebih luas lagi. Allah sudah menentukan jodoh tapi manusia harus tetap berusaha dan berdoa. Jika sudah berusaha dan berdoa belum juga dapat, itu mungkin ujian dari Allah. Dan Allah tidak menguji manusia di luar kemampuan manusia itu."
Namun antitesis terhadap pendapat dua paragraf di atas tentu patut juga menjadi bahan diskusi. Rasa-rasanya tidak semua alasan seseorang membujang karena kemapanan dengan segala tetek bengeknya. Atau merasa egois karena belum bisa berbagi dengan orang lain. Allah menciptakan manusia dengan segala keunikan pribadi dan lingkungan sosialnya. Tentu ego individu ’kadang’ harus dimundurkan bahkan dikalahkan oleh kepentingan lingkungan, keluarga misalnya. Tidak semua keluarga pun dalam kondisi ’lengkap’ personil maupun fungsi yang tersebar merata di dalamnya. Ketimpangan yang terjadi disana barangkali bijak juga menjadi sedikit alasan penundaan menikah. Distribusi tanggungjawab dalam keluarga yang tidak ’lengkap’ itu tidak bisa dianggap biasa bahkan gampang. Baik secara fisik maupun psikis.
Ada juga yang beralasan masih ingin berburu karir dan pendidikan. Masih ingin S2 dulu, atau nanti kalau sudah level manajer baru memikirkan nikah. Setelah itu semua tercapai, bukan ketenangan yang didapat, malah kegelisahan, karena merasa terlambat menikah. Apa lagi bila ia perempuan. Usia tiga puluh belum menikah itu kasuistis, dan mereka yang mengalaminya perlu pergaulan yang lebih luas lagi. Allah sudah menentukan jodoh tapi manusia harus tetap berusaha dan berdoa. Jika sudah berusaha dan berdoa belum juga dapat, itu mungkin ujian dari Allah. Dan Allah tidak menguji manusia di luar kemampuan manusia itu."
Namun antitesis terhadap pendapat dua paragraf di atas tentu patut juga menjadi bahan diskusi. Rasa-rasanya tidak semua alasan seseorang membujang karena kemapanan dengan segala tetek bengeknya. Atau merasa egois karena belum bisa berbagi dengan orang lain. Allah menciptakan manusia dengan segala keunikan pribadi dan lingkungan sosialnya. Tentu ego individu ’kadang’ harus dimundurkan bahkan dikalahkan oleh kepentingan lingkungan, keluarga misalnya. Tidak semua keluarga pun dalam kondisi ’lengkap’ personil maupun fungsi yang tersebar merata di dalamnya. Ketimpangan yang terjadi disana barangkali bijak juga menjadi sedikit alasan penundaan menikah. Distribusi tanggungjawab dalam keluarga yang tidak ’lengkap’ itu tidak bisa dianggap biasa bahkan gampang. Baik secara fisik maupun psikis.
Sisi lainnya adalah jangankan untuk macam-macam atau pacaran, memenuhi keperluan keluarga saja energi dan fikiran sudah terkuras. Bila seperti ini apakah masih bijak menghakimi para bujang yang belum menikah, padahal kita tidak tahu persis kondisi sebenarnya. Janganlah mudah kita memukul rata banyak kasus untuk satu kasus yang jelas-jelas ada bedanya. Jadi, sebetulnya menikah itu hanya soal waktu, berdoa dan ikhtiar. Rasa gelisah dan cemas yang sering menyerang bisa disiasati dengan banyak hal yang justru membuat kita makin bijak. Walaupun seandainya kita menikah di usia senja, kita tetap membawa kebaikan dan malah tambah bijaksana.
Yang perlu adalah meyakinkan diri bahwa jodoh adalah hak prerogatif Allah tanpa mengurangi usaha kita. Mulailah melihat keberadaan seseorang bukan dari segi fisiknya belaka, tapi lebih pada agamanya. Setiap kali kita menemukan kelemahan yang tidak prinsipil, cobalah untuk memahami bahwa setiap orang pasti punya kelemahan dan itu bisa diperbaiki. Jangan pula kita bersaing secara tidak sehat demi berburu jodoh. Jodoh tidak didapat, malah putus hubungan pertemanan. Jangan lupa banyak berdoa, zikir, puasa sunnah dan membaca Al Quran, di samping kegiatan yang positif dan bukan kegiatan sia-sia yang menghabiskan uang dan mengandung unsur maksiat. Akan sangat baik pula bila mau mengikuti majelis pengajian, siapa tahu di situ anda bisa dapat ketenangan ilmu, wawasan, teman, dan (mungkin jodoh. Perbanyaklah silaturahmi baik dengan teman-teman maupun keluarga sekali-kali mampirlah ke rumah kenalan dan menolong orang yang kesusahan serta belajar mempersiapkan diri berumahtangga.
Yang perlu adalah meyakinkan diri bahwa jodoh adalah hak prerogatif Allah tanpa mengurangi usaha kita. Mulailah melihat keberadaan seseorang bukan dari segi fisiknya belaka, tapi lebih pada agamanya. Setiap kali kita menemukan kelemahan yang tidak prinsipil, cobalah untuk memahami bahwa setiap orang pasti punya kelemahan dan itu bisa diperbaiki. Jangan pula kita bersaing secara tidak sehat demi berburu jodoh. Jodoh tidak didapat, malah putus hubungan pertemanan. Jangan lupa banyak berdoa, zikir, puasa sunnah dan membaca Al Quran, di samping kegiatan yang positif dan bukan kegiatan sia-sia yang menghabiskan uang dan mengandung unsur maksiat. Akan sangat baik pula bila mau mengikuti majelis pengajian, siapa tahu di situ anda bisa dapat ketenangan ilmu, wawasan, teman, dan (mungkin jodoh. Perbanyaklah silaturahmi baik dengan teman-teman maupun keluarga sekali-kali mampirlah ke rumah kenalan dan menolong orang yang kesusahan serta belajar mempersiapkan diri berumahtangga.
Bila sudah seperti ini, menikah....DOMAIN SIAPA??
2 komentar:
hidup bujang...mantab bro !!!
Ana doakan semoga antum dimudahkan dalam segala hal....Insya Allah, Allah telah menetapkan takdir-Nya..tinggal kita mo berusaha dan berdoa kepada-Nya...barakallahu akhi...
Posting Komentar