Qur'an Bicara Seks

Zaman kita ini mengira telah mencapai penemuan-penemuan baru
dalam segala bidang. Orang berpendapat bahwa kita telah
memperbarui pendidikan seks, dan mengira bahwa disajikannya
pengetahuan tentang soal-soal kehidupan adalah hasil alam
modern, dan bahwa abad-abad yang telah lampau merupakan abad
obscurantisme yang disebabkan oleh agama (tanpa dijelaskan
agama apa).

Tetapi apa yang telah kita katakan dalam fasal-fasal buku
ini menunjukkan bahwa semenjak 14 abad, soal-soal teoritis
tentang reproduksi manusia telah disajikan untuk diketahui
manusia, dalam batas-batas kemungkinan karena pada waktu itu
manusia belum memiliki pengetahuan anatomik dan fisiologi
yang memungkinkan perkembangan lebih lanjut; untuk penyajian
itu diperlukan bahasa yang sederhana yang sesuai dengan
kemampuan pemahaman orang-orang yang mendengarkan tuntunan
Qur-an.

Aspek-aspek praktis juga tidak ditinggalkan. Dalam Qur-an
kita dapatkan perincian-perincian tentang kehidupan praktis,
tentang tindakan yang harus dilakukan oleh manusia dalam
peristiwa-peristiwa bermacam-macam dalam hidupnya. Kehidupan
seks juga tidak dikecualikan. Dua ayat Qur-an membicarakan
hubungan seks. Hubungan seks itu disebutkan dengan kata-kata
yang mencakup: penjelasan tetapi dalam batas tata susila
yang diperlukan. Jika kita membaca terjemahan dan tafsiran
ayat-ayat itu, kita dapatkan perbedaan yang besar
didalamnya. Saya ragu untuk menafsirkan ayat-ayat tersebut.
Saya berhutang budi kepada Doktor A.K. Geraud, bekas guru
besar Fakultas Kedokteran di Beirut.

Surat 86 ayat 6 dan 7:

Artinya: "Maka henaklah manusia memperhatikan dan apa ia
diciptakan. Dia diciptakan dari air yang
terpancar, yang keluar diantara bagian seksual
daripada laki-laki dan perempuan."

Daerah seks dalam badan manusia lelaki dinamakan dalam
Qur-an "sulb" (kata satu). Daerah seks dalam badan wanita
disebut "taraib" (kata jamak).

Yang tersebut di atas itu adalah terjemahan yang paling
tepat. Terjemahan itu berbeda dengan terjemahan yang
dilakukan oleh pengarang-pengarang Inggeris dan Perancis;
umpamanya: "manusia itu diciptakan daripada cairan yang
memancar yang keluar dari tulang punggung dan tulang-tulang
dada." Yang tersebut itu lebih merupakan interpretasi
daripada merupakan suatu terjemahan; disamping itu memang
sukar difahami. Kelakuan manusia dalam hubungan seks dengan
istrinya dalam bermacam-macam peristiwa juga diterangkan.

Mula-mula tuntunan untuk masa haid (menstruasi). Hal ini
diberikan dalam surat-surat ayat 222, 223:

Artinya: "Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah
haid itu adalah kotoran. Oleh karena itu hendaklah
kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid.
Janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka
suci. Bila mereka telah suci maka campurilah
mereka itu di tempat yang diperintahkan,
sesungguhnya Allah menyukai orang yang taubat dan
menyukai orang-orang yang mensucikan diri. Istrimu
adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam,
maka datangilah tempat bercocok tanammu itu
bagaimans saja kamu kehendaki Dan kerjakanlah
amal-amal yang baik untuk dirimu."

Permulaan paragraf tersebut mempunyai arti yang jelas:
larangan bersetubuh dengan wanita yang sedang haid adalah
mutlak. Ayat kedua menunjukkan tindakan lelaki yang
mendahului menempatkan bibit yang akan menumbuhkan
tumbuh-tumbuhan baru. Di sini secara tidak langsung
ditekankan bahwa tujuan hubungan seks adalah untuk
mendapatkan keturunan. Terjemahan kalimat terakhir adalah
terjemahan Prof. R. Blachere. Kalimat terakhir itu nampaknya
menunjukkan tindakan pendahuluan untuk hubungan seks.19

Tuntunan yang diberikan di sini adalah bersifat umum.
Berhubung dengan ayat-ayat ini ada yang memajukan
pertanyaan, tentang contraceptique (K.B.). Dalam hal ini
Qur-an tidak memberi jawaban. Di sini atau di lain tempat.

Pengguguran juga tidak disebutkan akan tetapi ayat-ayat
banyak yang kita sebutkan di atas tentang transformasi yang
berurutan sudah cukup jelas untuk menganggap bahwa manusia
itu telah terbentuk dari semenjak ia dalam keadaan "sesuatu
yang melekat." Dalam kondisi ini rasa hormat yang mutlak
bagi manusia yang sering ditekankan oleh Qur-an, mendorong
kita untuk menghukum tindakan pengguguran secara total.
Pendirian semacam ini juga pendirian agama-agama monoteis
sekarang.

Hubungan seks diizinkan pada malam hari dalam bulan
Ramadlan; ayat tentang ini adalah Surat 2 ayat 187:

Artinya: "Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa
bercampur dengan istri-istri kamu; mereka itu
pakaian bagimu dan kamupun pakaian bagi mereka.
Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat
menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu
dan memberi keringanan bagimu. Maka sekarang
campurilah mereka dan carilah apa yang ditetapkan
Allah untukmu."

Tetapi mengenai mereka yang melakukan ibadah haji di Mekah;
tak ada kekecualian pada waktu hari mulia itu.

Surat 2 ayat 1971:


Artinya: "Maka barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam
bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh
rafath (mengeluarkan perkataan yang menimbulkan
birahi yang tidak senonoh, atau bersetubuh)
berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa
mengerjakan haji."

Larangan hubungan seks pada waktu haji itu mutlak, sebagai
mana larangan-larangan lainnya seperti memburu dan
bercekcok.

Menstruasi juga disebutkan dalam Qur-an berhubungan dengan
perceraian:

Surat 65 ayat 19:

Artinya: "Dan perempuan-perempuan yang putus masa dari haid
di antara perempuan-perempuanmu. Jika kamu
ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka iddah
mereka adalah tiga bulan; begitu pula perempaan
yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang
hamil waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka
melahirkan kandungannya."

Waktu menunggu (iddah) yang dibicarakan di sini adalah waktu
yang lalu antara pengumuman cerai dengan permulaan
perceraian itu berlaku (menjadi efektif). Wanita yang
dikatakan "putus masa daripada haid" ialah wanita yang sudah
mencapai ketingkatan (menopause). Bagi mereka, untuk
kebijaksanaan, waktu tiga bulan diperlukan antara pengumuman
talak dan berlakunya. Setelah waktu itu berlalu, mereka
boleh kawin lagi.

Bagi wanita yang belum haid; iddahnya juga tiga bulan.

Bagi wanita yang hamil, talak itu menjadi efektif hanya pada
waktu ia telah melahirkan.

Segala peraturan ini adalah sesuai dengan penyelidikan-
penyelidikan fisiologi. Di samping itu, kita dapatkan juga
dalam Qur-an ayat-ayat yang mengatur janda; ayat-ayat itu
mengandung hukum-hukum.

Dengan begitu maka mengenai pernyataan teoritis tentang
reproduksi, dan mengenai tuntunan-tuntunan praktis tentang
kehidupan seks antar suami isteri, kita dapatkan bahwa tak
ada sesuatu hal yang disebutkan dalam persoalan ini,
bertentangan dengan hasil penyelidikan Sains modern atau
akibat-akibatnya yang mungkin timbul kemudian.



BIBEL, QUR-AN, dan Sains Modern
Dr. Maurice Bucaille

Judul Asli: La Bible Le Coran Et La Science
Alih bahasa: Prof. Dr. H.M. Rasyidi
Penerbit Bulan Bintang, 1979
Kramat Kwitang I/8 Jakarta

0 komentar:

Posting Komentar